Selasa, 30 Juni 2015

Kesehatan Mental

Judul Materi : 1. Pekerjaan dan Waktu Luang
                       2. Self Directed Changes
Tugas : 4
Nama : Rifky Widayat
Kelas : 2pa13
Npm: 17513679
1.     Pekerjaan dan Waktu Luang
A.    Penyesuaian diri dengan pekerjaan
Proses menyesuaikan diri dengan jenis pekerjaan yang telah dipilih meliputi sifat dan jenis pekerjaan, melakukan adaptasi dengan teman sejawat/kerja, pimpinan, lingkungan kerja dan aturan-aturan dalam dunia kerjanya. Dawis dan Lofquist (1984) mendefinisikan penyesuaian bekerja sebagai “proses berkelanjutan dan dinamis di mana seorang pekerja berusaha untuk mencapai dan mempertahankan korespondensi dengan lingkungan kerja”.  Ada dua komponen utama untuk memprediksi penyesuaian kerja: kepuasan dan kualitas memberikan kepuasan yang cukup untuk memenuhi  permintaan atau kebutuhan (satisfactoriness). Kepuasan mengacu pada sejauh mana kebutuhan individu dan persyaratan dipenuhinya pekerjaan yang dia lakukan. Satisfactoriness menyangkut penilaian orang lain, dari sejauh mana individu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
B.     Waktu Luang
Dalam bahasa Inggris waktu luang dikenal dengan sebutan leisure. Kata leisuresendiri berasal dari bahasa Latin yaitu licere yang berarti diizinkan (To be Permited) atau menjadi bebas (To be Free). Kata lain dari leisure adalah loisiryang berasal dari bahasa Perancis yang artinya waktu luang (Free Time), George Torkildsen.
Berdasarkan teori dari George Torkildsen dalam bukunya yang berjudul leisure and recreation management (Januarius Anggoa, 2011) definisi berkaitan dengan leisureantara lain:
a. Waktu luang sebagai waktu (leisure as time)
Waktu luang digambarkan sebagai waktu senggang setelah segala kebutuhan yang mudah telah dilakukan. Yang mana ada waktu lebih yang dimiliki untuk melakukan segala hal sesuai dengan keinginan yang bersifat positif. Pernyataan ini didukung oleh Brightbill yang beranggapan bahwa waktu luang erat kaitannya dengan kaitannya dengan kategori discretionary time, yaitu waktu yang digunakan menurut pemilihan dan penilaian kita sendiri.
b. Waktu luang sebagai aktivitas (leisure as activity)
Waktu luang terbentuk dari segala kegiatan bersifat mengajar dan menghibur pernyataan ini didasarkan pada pengakuan dari pihak The International Group of the Social Science of Leisure, menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan berbagai macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau mengembangkan keterampilannya secara objektif atau untuk meningkatkan keikutsertaan dalam bermasyarakat.
c. Waktu luang sebagai suasana hati atau mental yang positif (leisure as an end in itself or a state of being)
Pieper beranggapan bahwa:“Waktu luang harus dimengerti sebagai hal yang berhubungan dengan kejiwaan dan sikap yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, hal ini bukan dikarenakan oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Hal ini juga bukan merupakan hasil dari waktu senggang, liburan, akhir pekan, atau liburan panjang.
d. Waktu luang sebagai sesuatu yang memiliki arti luas (leisure as an all embracing)
Menurut Dumadezirer, waktu luang adalah relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri. Dalam ketiga aspek tersebut, mereka akan menemukan kesembuhan dari rasa lelah, pelepasan dari rasa bosan, dan kebebasan dari hal-hal yang bersifat menghasilkan. Dengan kata lain, waktu luang merupakan ekspresi dari seluruh aspirasi manusia dalam mencari kebahagiaan, berhubungan dengan tugas baru, etnik baru, kebijakan baru, dan kebudayaan baru.
e. Waktu luang sebagai suatu cara untuk hidup (leisure as a way of living)
Seperti yang dijelaskan oleh Goodale dan Godbye dalam buku The Evolution Of Leisure : “Waktu luang adalah suatu kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan yang berasal dari luar kebudayaan seseorang dan lingkungannya sehingga mampu untuk bertindak sesuai rasa kasih yang tak terelakkan yang bersifat menyenangkan, pantas, dan menyediakan sebuah dasar keyakinan”. Hal senada juga diungkapkan oleh Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yang melihat arti istilah waktu luang dari 3 dimensi, yaitu:
a. Dilihat dari dimensi waktu, waktu luang dilihat sebagai waktu yangtidak digunakan untuk bekerja mencari nafkah, melaksanakan kewajiban, dan mempertahankan hidup.
b. Dari segi cara pengisian, waktu luang adalah waktu yang dapat diisi dengan kegiatan pilihan sendiri atau waktu yang digunakan dan dimanfaatkan sesuka hati.
c. Dari sisi fungsi, waktu luang adalah waktu yang dimanfaatkan sebagai sarana mengembangkan potensi, meningkatkan mutu pribadi, kegiatan terapeutik bagi yang mengalami gangguan emosi, sebagai selingan hiburan, sarana rekreasi, sebagai kompensasi pekerjaan yang kurang menyenangkan, atau sebagai kegiatan menghindari sesuatu.
Dengan banyaknya definisi waktu luang, dapat disimpulkan bahwa waktu luang adalah waktu yang mempunyai posisi bebas penggunaannya dan  waktu tersebut berada diluar kegiatan rutin sehari-hari sehingga dapat dimanfaatkan secara positif guna meningkatkan produktifitas hidup yang efektif dan pengisian waktu luang dapat diisi dengan berbagai macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau mengembangkan keterampilannya secara objektif.
Mengisi waktu luang bagi remaja terutama siswa yaitu waktu yang terdapat pada siswa diluar jam pelajaran sekolah dan dapat diisi dengan kegiatan relaksasi atau istirahat, kegiatan hiburan atau rekreasi, dan kegiatan pengembangan diri sesuai dengan pilihan sendiri sehingga akan timbul suatu kesembuhan dari rasa capek dan melepaskan dari rasa bosan.
2. Manfaat Mengisi Waktu Luang
Orang yang menggunakan waktu secara efisien akan memperoleh banyak keuntungan, misalnya mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, sehingga ada waktu untuk memulihkan kebugaran fisik dan mental, rekreasi, dan interaksi sosial.
Manfaat mengisi waktu luang yaitu menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yaitu:
a. Bisa meningkatkan kesejahteraan jasmani.
b. Meningkatkan kesegaran mental dan emosional.
c. Membuat kita mengenali kemampuan diri sendiri.
d. Mendukung konsep diri serta harga diri.
e. Sarana belajar dan pengembangan kemampuan.
f. Pelampiasan ekspresi dan keseimbangan jasmani, mental, intelektual, spiritual, maupun estetika.
g. Melakukan penghayatan terhadap apa yang anda sukai tanpa tidak mempedulikan segi materi.
3. Kegiatan Waktu Luang
Berdasarkan definisi teori waktu luang yaitu waktu luang sebagai aktivitas yaitu waktu yang berisikan berbagai macam kegiatan baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan serta menggunakan keterampilan secara objektif untuk meningkatkan keikutsertaan dalam bermasyarakat setelah melepaskan diri dari segala pekerjaan rutinnya, keluarga dan lingkungan sosial dan waktu luang sebagai relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri. Beberapa kegiatan mengisi waktu luang diantaranya:
a. Relaxation Activity (Kegiatan Relaksasi)
Menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) kegiatan relaksasi diantaranya kegiatan relaksasi aktif misalnya: membetulkan alat rumah tangga atau berbenah rumah, memperbaiki sepeda motor. Kegiatan tersebut sifatnya produktif cenderung meningkatkan ketrampilan dan harga diri. Selain itu bisa melakukan relaksasi pasif dengan cara menonton televisi, mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun terlalu banyak melakukan kegiatan relaksasi pasif akan membuat kehilangan
waktu untuk kegiatan yang lebih produktif.
b. Entertainment Activity (Kegiatan Hiburan)
Fine, Mortimer, & Robert (Broderick & Blewitt, 2006), menyebutkan bahwa kegiatan hiburan atau rekreasi dapat mempromosikan penguasaan keterampilan, seperti olahraga partisipasi, hobi, dan kesenian atau mungkin lebih murni rekreasi seperti bermain video game, melamun atau nongkrong dengan teman-teman. Menurut Ahmad H. Kanzun (2002: 68) Kegiatan olahraga termasuk dalam salah satu kegiatan yang positif dan terarah. Karena dengan berolahraga, remaja dapat menjaga kondisi tubuhnya agar selalu sehat dan dapat melakukan segala aktifitasnya.
Selanjutnya menurut penggolongan ahli pengetahuan hobi Margaret E. MulacHobbies: The Creative Use of Leisure (1959), (The Liang Gie , 1996: 99-100), ada 4 macam hobi, yaitu:
1) Making Hobbies (Membikin)
Ini meliputi berbagai seni kerajinan seperti misalnya kegiatan pahat, ukir, kerajinan emas-perak, keramik, tenun, dan fotografi.
2) Learning Hobbies (Belajar)
Ini meliputi segala macam bentuk belajar seperti misalnya mempelajari sejarah, karang-mengarang, atau bahasa asing.
3) Doing Hobbies (Melakukan)
Ini meliputi segala macam bentuk melakukan sesuatu hal, misalnya menyanyi, menari, memainkan alat musik, berkebun, dan aneka hobi alam (misalnya mengamati burung atau memelihara ikan hias).
4) Collectting Hobbies (Mengumpulkan)
Ini meliputi kegiatan mengumpulkan bermacam-macam benda seperti perangko, mata uang, buku antik, dan batu-batuan.
c. Personal Development Activity (Kegiatan Pengembangan Diri)
Pengembangan diri termasuk kegiatan yang meningkatkan kesadaran dan identitas, mengembangkan bakat dan potensi, membangun modal manusia, dan memfasilitasi kerja, meningkatkan kualitas hidup dan berkontribusi pada realisasi mimpi dan aspirasi serta rohani pengembangan (Anonim, 2009). Berteman, bergaul dan mengikuti aktivitas disekitar rumah atau sekolah atau kegiatan yang berhubungan dengan kesiapannya menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi (misalnya pergi keperpustakaan, latihan soal-soal).
Menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007), mengikuti kursus musik, kelompok teater, kursus bahasa asing, melukis, mengarang,  membuat sajak, memasak, menata musik, membuat patung. Kegiatan ini selain meningkatkan ketrampilan, juga menimbulkan perasaan kesuksesan. Menurut Ahmad H. Kanzun (2002: 36) Mengikuti kegiatan masjid yang merupakan pusat kegiatan keislaman dalam mengasah wawasan dan menambah pengetahuan dibidang keagamaan sebagai pedoman hidup.
Selain itu, mengikuti kegiatan kemasyarakatan (Ahmad H. Kanzun, 2002:59) membentuk remaja sebagai generasi muda yang berkualitas, sangat diharapkan untuk dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengikuti segala kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dengan niat dan semangat yang positif. Dengan kegiatan tersebut diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan antar sesama dan menumbuhkan rasa solidaritas.
Kenyataannya dikalangan remaja menunjukkan adanya pemanfaatan waktu luang secara serampangan saja, tanpa adanya perencanaan yang matang, pengawasan maupun pengarahan. Hal itu yang menyebabkan fenomena negatif jarangnya siswa aktif dalam kegiatan-kegiatan kesiswaan yang teratur dan terarah adalah lemahnya upaya penyadaran akan urgensi kegiatan tersebut dan dampak pendidikannya dalam membentuk kepribadian dan perilaku siswa, disamping faktor-faktor lain seperti buruknya pengelolaan sebagian pengemban misi pendidikan, monotonnya kegiatan ataupun minimnya hal-hal yang mendukung.
4. Mengelola Waktu Luang
Waktu yang dimiliki setiap orang akan terus bergerak maju. Pada prinsipnya waktu luang yang bergerak maju ini akan mengikis habis waktu yang anda miliki. Kenyataan yang sering kita hadapi ternyata kita mengeluh dengan waktu yang tiba-tiba berlalu begitu saja, sementara anda tidak berbuat apa pun (Frans M. Royan, 2011: 88).
Depdiknas (2009), mengelola waktu dalam setiap kegiatan sangat penting sehingga dapat memanfaatkan setiap jam, menit, dan bahkan detik dalam hidup dengan sebaik-baiknya. Seorang siswa perlu memperhatikan dan mengelola waktu mereka baik itu dalam lingkungan sekolah maupun diluar sekolah, berikut akan dipaparkan apa saja yang perlu dilakukan dan diperhatikan seseorang, khususnya pelajar dalam mengatur waktu:
a. Membagi Waktu
b. Membuat Jadwal
c. Menjalankan Jadwal
d. Evaluasi
e. Penggunaan Alat Bantu

2.     Self-Directed Changes
A.      Konsep dan Penerepan Self Directed Changes
Self-directed changes adalah sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa mengubah diri kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang mendukung.
Pendekatan coaching ini menggunakan teori Self-direct Changes yang berprinsip bahwa orang akan berubah hanya jika mereka :
1.       Merasa perubahan itu demi kepentingan mereka sendiri.
2.       Merasa tidak puas dengan situasi atau level kinerja kini (actual).
3.       Jelas mengenai situasi atau level kompetensi yang dikehendaki.
4.       Langkah-langkah tindakan yang dapat mereka jalani untuk bergerak sari situasi atau level competence actual menuju situasi atau level komptensi yang dikehendaki.
Beberapa tahapan self-directed changes yaitu:
1.       Menetukan control diri.
kontrol diri merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan yang berbeda disekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat preventive selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari stressor-stressor lingkungan. Disamping itu control diri memiliki makna sebagai suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi.
Menurut Fujita dkk, kontrol-diri dapat ditingkatkan melalui beberapa cara berfikir yang saling berhubungan :
1.     Global Processing : mencoba fokus pada gambaran besar dari tujuan hidup atau cita-cita kita, sehingga setiap kegiatan atau tindakan kita dilihat sebagai bagian dari pencapaian tujuan akhir.
2.     Abstrac listening : mencoba menolak detil-detil dalam situasi khusus untuk membawa kita berfikir bagaimana tindakan kita sesuai dengan rencana kerja kita secara keseluruhan.
3.     High-level categorization : berfikir tentang konsep tingkat tinggi daripada keadaan yang khusus atau sesaat. Katagorisasi tugas dapat membantu kita untuk mengatur fokus dan mencapai disiplin-diri yang lebih besar.

2.   Menetapkan suatu tujuan.
Menetapkan tujuan adalah mengubah hal yang buruk menjadi lebih baik lagi. Kita harus menetapkan target unutk mempunyai hidup yang lebih baik lagi. Contoh: kita harus menahan keinginan kita untuk merokok mungkin kita bisa mengganti rokok dengan permen-permen pengganti rokok supaya mulut tidak terasa asam lagi, dan sebagainya.
3.   Menyusun konsekuensi yang efektif.
Struktur yang berlapis-lapis memang diperlu-kan agar beban kerja bisa didistribusikan secara efisien dan sistematis. Namun struktur yang kelewat tinggi dalam arti terlalu hirarkis me¬nyebabkan birokrasi tak lagi rasional. Terlalu banyak paperworkrang beredar dari satu meja ke meja lain sebelum ada pelaksanaan konkrit. Demikian pula laporan dari bawah lamban sekali mencapai tingkat yang sebenarnya harus me-nanggapi. Organisasi lantas sulit bereaksi terha¬dap berbagai situasi menantang. la stagnan dan tidak adaptif. Efisiensi dan efektivitasnya rendah.
4.       Menyaring anteseden perilaki
5.       Menyusun konsekuensi yang efektif
6.       Menerapkan rencana intervensi
Rencana intervensi kreatif memiliki beberapa bagian diantaranya :
a.      Intervensi kreatif.
Atas dasar ilmu pengetahuan yang ada. Pola ini dimaksudkan menciptakan suatu model intervensi berdasarkan atas ilmu pengetahuan yang ada. Dengan demikian konsultan berusaha menciptakan model intervensi yang kreatif dalam mengembangkan suatu ilmu pengetahuan yang ada dan yang dikuasainya. Umpamanya, konsultan mau menerapkan model tim bilding berdasarkan dari sisi ilmu pengetahuan lain. Maka konsultan mengembangkan model-model tim bilding dari sisi ilmu tersebut. Dari pengembangan model dari ilmu pengetahuan lainnya ini, maka akan diperoleh model intervensi yang lain dari sebelumnya. Dengan sendirinya suatu kesulitan yang mungkin timbul adalah usaha untuk menciptakan model baru ini. Setiap praktika konsultan akan diciptakan model baru yang berbeda dari model sebelumnya, kreativitas memang sulit akan tetapi menarik bagi yang menyenanginya.
b.     Penambahan atas teori dasar yang ada.
Dalam pola ketiga ini bentuk intervensinya memberikan tambahan kepada teori dasar yang sudah ada. Dengan kata lain konsultan menciptakan teori dan metodologi baru yang menambah, mengembangkan, dan memperbaiki teori dasar yang ada. Pola ini sebenarnya jarang dan sulit dilakukan oleh konsultan. Sebenarnya pola intervensi ini demanding, karena konsultan selain mengamalkan praktika konsultasi diapun melakukan riset di bidangnya. Sehingga mampu menemukan model-model baru. Suatu contoh yang sangat baik tentang pola ketiga ini ialah usaha-usaha yang dilakukan oleh Kurt Lewin yang terkenal sampai sekarang dengan sebutan action research.
7.   Evaluasi.
Evaluasi adalah melihat berapa besar kemajuan yang sudah kita lakukan untuk perubahan yang lebih baik. Pastikan setiap tahapan terpenuhi. Jika memang ada tahapan yang belum bisa terpenuhi lebih baik kita mengulang tahapan-tahapan tersebut agar tujuan dapat tercapai dengan baik.
Evaluasi proses pembelajaran merupakan tahap yang perlu dilakukan oleh guru untuk menentukan kualitas pembelajaran. Kegiatan ini sering disebut juga sebagai refleksi proses pembelajaran, karena kita akan menemukan kelebihan dan kekurangan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar proses dinyatakan bahwa evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan poses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a.      Membandingkan poses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses.

b.     Mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.

Daftar Pustaka

Kesehatan Mental

Judul Materi : 1.Hubungan Interpersonal
                       2.Cinta dan Perkawinan
Tugas ke       : 3
Nama            : Rifky Widayat
Kelas             : 2PA13
Npm              : 17513679

1.      Hubungan Interpersonal
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal proses interaksi yang terjadi dengan orang lain yang bukan hanya menyampaikan isi pesan atau informasi tetapi orang yang melakukan interaksi memiiki maksud atau tujuan tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan. contohnya : berinteraksi dalam proses perdagangan, dalam proses menjalin relasi atau pertemanan, maupun menjalin hubungan percintaan.
Hubungan terjalin melalui beberapa proses dan tahapan, berikut adalah proses terbentuknya suatu hubungan :
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama,“fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c)respon yang tepat; dan d) nada emosional yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebi banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari . Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan.
Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
A.      Model-model hubungan Interpersonal
Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
1. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
2. Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
4. Model Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B.      Memulai Hubungan
Adapun tahap – tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:
-          Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal – hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing – masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain, bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.
-          Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan – tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
·         Keakraban
·         Kontrol
·         Respon yang tepat
·         Nada emosional yang tepat
Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
·         Komunikasi efektif
·         Ekspresi wajah
·         Kepribadian
·         Stereotyping
·         Kesamaan karakter personal
·         Daya Tarik
·         Ganjaran
·         Kompetensi
C.      Hubungan Peran
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a)  Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator).
b) Kontrol (kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
c) Respon yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
d) Nada emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
D.     Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi atau intimacy merupakan kedekatan emosional seseorang terhadap orang terdekatnya seperti orang tua, sahabat, maupun pasangan. Menurut Steinberg (pada Papalia) intimacy adalah komponen emosi dari cinta yang meliputi perasaan dengan orang lain, seperti perasaan hangat, sharing, dan kedekatan emosi serta mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Menurut Wikipedia Keintiman adalah kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan kekuatan dari ikatan yang menahan mereka bersama. Intimasi memainkan peranan utama dalam pengalaman manusia secara keseluruhan. Manusia mempnyai keinginan universal untuk mencintai dan memiliki, sebuah rasa kepuasan dalam hubungan intim. Hubungan intim terdiri dari individu yang tertarik satu sama lain, kepada siapa seorang individu menyukai dan mencintai, hubungan romantis dan seksual, dan dari siapa seorang individu menerima dukungan emosional dan personal.
Terdapat 5 aspek dalam keintiman :
1. Keintiman Intelektual
Ini bukan berarti diskusi “tingkat tinggi” yang melibatkan ide-ide canggih dan ilmiah. Suami- istri bisa saling memenuhi kebutuhan keintiman intelektualnya dengan membangun kebiasaan “mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan” secara terbuka, khususnya yang terkait dengan hubungannya. Misalnya, “Bagaimana kalau malam ini kita makan ikan bakar di pinggir pantai ?” atau “Menurutku, kamar kita perlu ditata ulang”, dsb. Intinya kita mendiskusikan pikiran-pikiran kita sendiri, bukan persoalan di luar sana.
2. Keintiman Sosial
Dalam perkawinan, kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan melakukan aktivitas berdua ( bersama). Tak jarang suami dan istri memiliki kesibukannya masing-masing sehingga tak punya waktu untuk melakukan kegiatan bersama. Istri aktif kegiatan gereja dan sosial sementara suami sibuk berbisnis atau mengejar karir, misalnya. Apa pun sibuknya, sebaiknya suami istri bisa mengalokasikan waktu untuk melakukan aktivitas bersama. Misalnya, jalan pagi berdua, ke gereja bersama keluarga, atau yang lebih berbobot punya agenda sosial yang dilakukan bersama seperti mengunjungi orang sakit, kerabat, panti asuhan, dll.
3. Keintiman emosional
Perasaan adalah reaksi spontan yang muncul ketika panca indera kita berhadapan dengan sesuatu atau seseorang. Keterbukaan dan kesediaan untuk menerima reaksi emosional baik verbal maupun non verbal sangat penting dalam membangun keintiman emosional. Misalnya, istri yang takut dengan kecoa, tiba-tiba menjerit dan memegang erat tangan suami. Suami pun meresponnya secara positif, bukan meledek atau mentertawakan. Ada dua macam perasan ( positif dan negatif) yang perlu saling dibagikan: ada ketakutan, kesedihan, kemarahan, ada juga perasaan senang, bahagia, bangga. Kuncinya, belajar mengungkapkan apa pun perasaan secara verbal dan nonverbal.
4. Keintiman Fisik
Selama hidup kita masih menggunakan badan wadag, maka fisik kita pun menjadi sarana mewujudkan keintiman. Segala bentuk sentuhan fisik: belaian, usapan, pelukan, dll. sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, hubungan seksual juga harus dipahami sebagai sarana membangun keintiman. Perlu pemahaman bahwa pria dan wanita secara fisik dan psikis berbeda, dalam hubungan seksual pria lebih mementingkan kepuasan secara fisik sedangkan wanita akan lebih membutuhkan kehangatan, perasaan disayangi dan diperhatikan.
5. Keintiman Spiritual
Berdoa bersama, mengungkapkan kehidupan bathin masing-masing akan menumbuhkan keintiman spiritual. Tak harus ada kesamaan dan kesepakatan dalam hal spiritualitas dan religiositas, masing-masing harus bisa saling menghormati. Pada dasarnya setiap insan memiliki pola dan kedalaman spiritualitas yang unik dan berbeda-beda. Benteng terakhir dalam hubungan adalah keintiman spiritualitas, ketika fisik sudah rapuh dan ringkih, pikiran sudah pikun dan ngacau, emosi tak stabil, apalagi kalau bukan spiritual yang akan tetap mampu menyatukan ? (Paul Subiyanto)
Teori-teori hubungan Interpersonal keintiman:
E.      Intimasi dan Pertumbuhan
Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
Faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik antara lain ialah berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan, menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain atau kejujuran yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Jadi, sangat penting suatu keintiman dalam menjalin hubungan. Ketika keintiman hilang, hubungan menjadi hambar. 
2.      Cinta dan Perceraian
Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah,  kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Sternberg terkenal dengan teorinya tentang segitiga cinta. Segitiga cinta itu mengandung komponen:
1. Keintiman (intimacy) adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu, dan ada keinginan untuk bergandengan tangan atau saling merangkul bahu.
2. Gairah (passion) adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual. Gairah merupakan elemen fisiologis yang menyebabkan seseorang ingin dekat secara fisik, merasakan dan menikmati sentuhan fisik, ataupun melakukan hubungan seksual dengan pasangan hidupnya.
3. Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama. Komitmen yang sejati adalah komitmen yang berasal dari dalam diri, yang tidak akan luntur walaupun menghadapi berbagai rintangan dan ujian yang berat dalam perjalanan kehidupan cintanya. Adanya rintangan dan godaan justru menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan ketulusan cintanya. Komitmen akan terlihat dengan adanya upaya-upaya tindakan cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa diterima, merasa berharga dan merasa dicintai. Dengan demikian, komitmen akan mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta sampai akhir hayat. Kematianlah yang memisahkan hubungan cinta tersebut.
Menurut Strenberg, setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen (lihat tabel). Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar, (dalam beberapa budaya) disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui perkawinan.Cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu berada dalam konteks pacaran atau perkawinan. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tipe      
Komponen yang Hadir
Deskripsi
Nonlove
Ketiga komponen tidak ada
Ada pada kebanyakan hubungan interpersonal, seperti pertemanan biasa (hanya kenalan saja)
Liking
Hanya keintiman
Ada kedekatan, saling pengertian, dukungan emosional, dan kehangatan. Biasanya ada pada hubungan persahabatan (bisa sesama jenis kelamin)
Infatuation
Hanya gairah
Seperti pada cinta pada pandangan pertama, ketertarikan secara fisik, biasanya mudah hilang
Empty love
Hanya komitmen
Biasanya ditemukan pada pasangan yang telah menikah dalam waktu yang panjang (misalnya pada pasangan usia lanjut)
Romantic love
Keintiman dan gairah
Hubungan yang melibatkan gairah fisik maupun emosi yang kuat, tanpa ada komitmen (pacaran atau perkawinan)
Companionate love
Keintiman dan komitmen
Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk persahabatan (juga persahabatan suami-istri)
Fatous love
Gairah dan komitmen
Hubungan dengan komitmen tertentu (misalnya perkawinan) atas dasar gairah seksual. Biasanya pada suami istri yang sudah kehilangan keintimannya
Consummate love
Semua komponen
Menjadi tujuan dari hubungan cinta yang ideal
Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan cinta sebagai sebuah kombinasi emosi, kognisi, dan perilaku yang ada dalam sebuah hubungan intim.kajian psikologi tentang fenomena cinta dapat dibahas melalui kajian psikologi sosial, khususnya dalam bidang-bidang kajian psikologi sosial yang terkait dengan hubungan interpersonal.psikologi hubungan interpersonal adalah bagian psikologi sosial yang mempelajari tentang aspek-aspek perilaku dan kejiwaan yang terkait dengan fenomena hubungan antara dua pribadi.
Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena, sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya. Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
A.      Memilih Pasangan
Memilih pasangan hidup merupakan sesuatu hal yang sangat penting hukumnya atau (wajib), Karna dalam hidup apa lagi sih yang kita cari kalo bukan jodoh kita. Salah satunya pasangan hidup merupakan tujuan utama dalam hidup ini, karna menurut agama kenapa Allah menciptakan Perempuan dan Laki-laki. agar mereka bisa hidup berpasang-pasangan.
 1. Pilihlah karena Agamanya.
2. kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan dapat kita percaya.
3. letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan sangat dipengaruhi niat.4. Shalat istikharah untuk mohon petunjuk kepada ALLAH juga patut dilakukan.5. Apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada ALLAH Subhanahu Wata'ala akan keputusan-NYA, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah.6. Dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan , karena berbekal ilmu adalah lebih baik dari pada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia yang baru.
B.      Hubungan dalam Perkwainan
Perkawinan adalah nuklus sebuah masyarakat yang melahirkan hak dan kewajiban. Karena itu, perkawinan diatur dalam sebuah hukum yang disebut hukum perkawinan.
Hukum perkawinan Islam pada dasarnya adalah sebuah hukum yang bersifat diyâni, tetapi kemudian dikembangkan sebagai hukum yang berseifat qadhâ’î berdasarkan politik hukum Islam atau as-siyâsah asy-syar‘iyyah. Perkawinan diyâni diselenggarakan sesuai nushûsh agama dari Quran dan Sunnah Nabi. Sedangkan perkawinan qadhâ’î diselenggarakan sesuai dengan kebijakan tertentu pemerintah atau peraturan perundang-undangan. UU No. 1 Tahun 1973 tentang Perkawinan menggabungkan kedua bentuk hukum tersebut di mana dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan berdasarkan keyakinan agama dan perkawinan tersebut dicatat oleh negara melalui lembaga pencatatan yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
 Dalam istilah al-Qur’an, perkawinan disebut an-nikâh dan az-zawâj. Kata asal an-nikâh berartial-’aqd (perjanjian, kontrak), kemudian digunakan untuk menunjukkan pengertian al-jimâ’(persetubuhan). Sedangkan az-zawâj berarti perpasangan antara jenis laki-laki dan perempuan, atau antara jantan dan betina, atau antara dua jenis yang berbeda, tetapi menyatu dalam fungsi.[2]Dari pengertian ini, maka perkawinan sesama jenis, seperti dilakukan oleh kaum homoseksual dan lesbian, sebenarnya tidak dapat disebut perkawinan. Perkawinan sejenis ini adalah ibarat memakai sepatu yang kedua-duanya kiri atau kedua-duanya kanan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pasangan yang cocok. Di negara-negara tertentu yang menjalankan politik sekularisasi, perkawinan pasangan berlainan jenis dizinkan oleh undang-undang.
 
Jadi, perkawinan sebenarnya adalah pertemuan dua orang manusia berlainan jenis, yang diikat oleh sebuah perjanjian sehingga menyatu secara fisik dalam bentuk pesetubuhan serta hubungan badan lainnya dan secara batin dalam bentuk ikatan batin untuk mencapai tujuan perkawinan.
Perkawinan dimulai dari perjanjian antara calon suami dan calon isteri yang disebut kontrak perkawinan (‘aqd an-nikâh). Kontrak ini dilakukan di depan seorang penghulu sebagai pencatat kontrak, mirip seorang notaris dalam perjanjian biasa, disaksikan paling tidak oleh dua orang saksi dan pembayaran mas kawin oleh suami kepada isteri dalam jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Perkawinan dapat disebut sebagai salah satu lembaga masyarakat yang melahirkan berbagai hubungan. Pertama adalah hubungan darah kepada anak cucu. Kedua adalah hubungan semenda kepada keluarga asal kedua belah pihak. Ketiga adalah hubungan kewarisan. Keempat adalah hubungan hak dan kewajiban. Ini tentu di samping hubungan ketetanggaan karena sebuah keluarga hidup salam suatu lingkungan masyarakat. Begitu banyaknya hubungan yang dilahirkan oleh lembaga ini sehingga memerlukan pengaturan yang rinci dari agama dan/atau perundang-undangan negara.
C.      Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Hirning dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan pekerjaan.
Dyer (1983) menyatakan penyesuaian perkawinan adalah adanya bermacam-macam proses dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar pasangan, dimana adanya proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari, menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan keluarga.
Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983) penyesuaian perkawinan bisa dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran dari masalah.
Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.
 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan. 
D.     Perceraian dan Pernikahan Kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati, menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.
E.       Alternatif Selain Pernikahan
Mengapa ada pernikahan?karena kita ingin terikat dengan individu lain agar hidup kita lebih dalam dan bermakna daripada cara hidup independen dan bebas yang pernah kita jalani. Namun ada juga beberapa orang yang memutuskan untuk tidak memiliki pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa ketika kehidupan itu kita jalani dengan pasangan akan terasa sulit karena menemukan berbagai persoalan yang nantinya kemungkinan bisa saja kita hadapi. Akan tetapi hakikatnya menikah itu adalah ibadah. Hidup akan lebih indah melalui segala bentuk kehidupan bersama pasangan. Seseorang yang memutuskan untuk sendiri (single life) bisa saja disebabkan karena traumatik tersendiri yang pernah mereka rasakan sehingga membuatnya untuk tidak berani lagi memulai hidup secara bersama. Pengalaman memang berperan penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Ia bisa mengubahnya menjadi lebih kuat namun tidak sedikit yang lemah karenanya. Membuat seseorang takut memulai, namun juga menimbulkan arti yang mendalam.
“Pernikahan yang sukses adalah seperti tenunan dalam beludru kehidupan praktis. Seperti nada harmoni yang dipetik hubungan realistis. Dan pernikahan yang sukses adalah hasil gabungan cinta, penghormatan, kesetiaan, dan sikap saling mendukung”.
Daftar Pustaka